Kamis, 20 Juli 2000

The Dark Knight, Only a Joker Show�

20 July 2008,

Satu lagi kisah superhero yang paling ditunggu tahun ini adalah, The Dark Knight yang merupakan sekuel dari Batman Begins (2005). The Dark Knight masih disutradarai oleh Christopher Nolan yang juga menulis naskahnya. Kastingnya sebagian besar juga masih sama yakni, Christian Bale (Bruce Wayne), Michael Caine (Albert), Gary Oldman (Komisaris Gordon), dan Morgan Freeman (Lucius Fox), hanya karakter Rachel yang dulu diperankan Katie Holmes kali ini digantikan oleh Maggie Gyllenhaal. Bintang-bintang baru yang tampil kali ini adalah mendiang Heath Ledger sebagai Joker dan Aaron Eckhart sebagai Harvey Dent/Two Face.




Sejak kemunculan Batman dikisahkan angka kriminalitas di kota Gotham semakin menurun karena para mafia memilih untuk menghindari konflik dengan sang jagoan. Seorang kriminal jenius bernama Joker berdiri diantara Batman, pihak penegak hukum, dan mafia. Joker tidak hanya mengincar uang namun lebih jauh ia ingin memunculkan sisi jahat yang ada dalam diri tiap manusia, tidak terkecuali sang jagoan. Dengan skema jahatnya yang begitu matang Joker mampu mempermainkan dua sosok kunci penegak keadilan, Bruce Wayne serta jaksa Harvey Dent hingga terjebak dalam konflik psikologis yang belum pernah mereka alami sebelumnya.

Bicara soal plot The Dark Knight jauh lebih rumit dan kompleks dari Batman Begins. Adegan aksi begitu minim dan sarat dengan dialog-dialog yang mengantarkan konflik psikologis yang menjadi ciri sang sineas serta intrik yang begitu rumit sepanjang filmnya. Intrik yang berjalan begitu cepat, tanpa henti, dan kompleks membuat penonton selalu penasaran (tapi mudah ditebak) namun durasi yang cukup lama cenderung membuat film ini membosankan dan melelahkan. �Kematian� Gordon yang begitu cepat amat mudah terlihat sebagai skema untuk mengecoh Joker. Lalu bagaimana jika Batman gagal mengejar Joker atau Dent tewas dalam aksi kejar mengejar seru di bawah jalan layang. Bukankah semua sia-sia? Setelah Joker tertangkap (sengaja ditangkap?) dan adegan berpindah, langsung tampak jika semua adalah skema Joker untuk mengecoh Batman dan Gordon. Jika benar Joker menginginkan untuk ditangkap (masuk ke kantor polisi dan membebaskan Lau) seperti kata Gordon lalu untuk apa ia bersusah payah membunuh Harvey pada adegan sebelumnya. Wow rumit sekali� Juga banyak detil cerita lainnya yang rasanya terlalu beresiko dan terlalu banyak variabel serta kemungkinan yang dapat membuat skema mereka tidak berjalan sesuai rencana.

Harus diakui memang, konflik fisik maupun batin para karakternya mampu disajikan prima dengan dukungan dialog-dialog yang powerful. Namun plot yang demikian kompleks membuat seluruh perhatian tertuju hanya pada cerita film tanpa sedikitpun memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi penonton untuk bisa berempati pada tiap karakternya. Kecuali karakter Joker, sulit rasanya bersimpati dengan karakter manapun. Ketika seorang karakter utama tewas sulit mengatakan bagaimana seharusnya bersikap karena semuanya berjalan terlalu cepat.

Satu hal yang menjadi kunci utama kelebihan The Dark Knight adalah performa brilyan dari aktor muda Heath Ledger (alm) sebagai Joker. Di akhir hayatnya sang aktor dengan brilyan mampu memerankan sosok kriminal yang begitu dingin, kejam, serta �menjijikkan�. Coba perhatikan aksinya ketika ia menancapkan pensil yang ia letakkan di meja ke wajah salah satu bodyguard mafia, �now you see it� now you don�t!�, sebuah adegan begitu sadis yang dilakukan dengan entengnya. Ledger jarang melakukan aksi fisik namun yang menjadi senjatanya adalah kemampuannya bersilat lidah untuk mempengaruhi lawan bicaranya. Sang sineas pun sama sekali tidak memperlihatkan latar belakang Joker namun dari gestur, cara berbicara, hingga make-up wajahnya telah mampu menampakkan sosok yang dingin, kejam, tanpa empati, sadistis, masa lalu traumatik, atau bisa kita sederhanakan sebagai sosok yang �sakit� (mental). Hal ini jauh berbeda dengan penampilan Joker yang komikal dalam Batman (1989) yang diperankan oleh Jack Nicholson. Begitu kuatnya penampilan Ledger sebagai Joker hingga kemunculannya sepanjang film jauh lebih dinanti ketimbang karakter Batman sendiri. Tidak berlebihan rasanya jika sejauh ini kita katakan bahwa Ledger bermain sebagai karakter antagonis (villain) terbaik sepanjang sejarah film superhero.

Selain plot yang terlalu kompleks, suasana dan mood setting juga menjadi kelemahan lainnya. Tim Burton dalam Batman dan Batman Returns berhasil membangun suasana Kota Gotham yang modern, gelap, dan suram melalui set bergaya ekspresionis. Dalam Batman Begins, Nolan mampu memadukan unsur fantasi dan nyata begitu sempurna sehingga mampu menampilkan Kota Gotham yang modern dengan mood a la film noir. Sementara setting The Dark Knight begitu realistik seperti layaknya melihat sebuah film aksi biasa dengan tokoh superhero. Setting Kota Gotham (fiktif) mestinya berbeda dengan setting film Spiderman atau Iron Man yang memang mengambil tempat di kota yang benar-benar nyata. Amat disayangkan mengapa suasana serta mood setting yang gelap, suram, sekaligus modern yang tampak dalam Batman Begins hilang begitu saja. Apa bisa jadi disebabkan karena setting cerita sering mengambil adegan di siang hari serta banyak menggunakan shot on location. I don�t know� maybe it�s not a problem for most audience� but it�s a really big problem to me�

Seperti dalam Batman Begins, walau sangat minim namun sang sineas begitu trampil menampilkan adegan aksi-aksi seru yang sangat menawan. Patut dicatat adalah aksi kejar-mengejar dan tembak menembak sangat seru dibawah jalan layang yang melibatkan truk-truk berukuran besar. Aksi mampu disajikan begitu realistik dan meyakinkan seperti film-film aksi lazimnya. �Batmobile� yang muncul dalam film sebelumnya kembali digunakan dan kali ini mobil tersebut dapat �dipecah� menjadi sebuah motor besar yang mampu berbalik 180. Hanya sayangnya peralatan-peralatan kecil (gadget) yang menjadi ciri khas Batman tidak terlalu ditonjolkan seperti dalam film-film sebelumnya.

Kasting utama lainnya baik Bale, Caine, Eckhart, Oldman, serta Freeman bermain sangat baik dalam peran mereka masing-masing. Sementara Gyllenhaal sebagai Rachel rasanya kurang mampu menimbulkan efek chemistry yang seharusnya muncul ketika ia bersama Bruce Wayne dan Harvey Dent. Sikap Rachel tampak bias sepanjang filmnya (or is it?). Selain Ledger, akting Bale, Eckhart, serta Oldman mendominasi sepanjang film. Lalu dua aktor kawakan, Caine dan Freeman yang dalam film sebelumnya tampil cukup dominan kali ini hanya tampil sesekali.

Sebagai penutup secara keseluruhan The Dark Knight amat mengecewakan dari sisi plot serta setting namun performa brilyan Ledger sebagai Joker mampu mengangkat film ini ke level yang lebih �gelap� dari film-film superhero sebelumnya. Simpati terhadap Ledger yang tewas secara tragis tak lama setelah produksi filmnya sepertinya akan mampu menambah daya tarik orang untuk menonton film ini. Banyak pengamat asing beranggapan penampilan Ledger merupakan salah satu performa yang akan melegenda dan patut diganjar penghargaan Oscar. Ledger memang berakting sangat baik, tapi untuk mendapatkan Oscar� sepertinya tidak. (B)

Senin, 10 Juli 2000

Hancock, Hanya Film Superhero Biasa

10 July 2008,

Turut meramaikan film-film superhero yang dirilis pada musim panas tahun ini adalah tokoh superhero unik, Hancock. Film ini dibintangi oleh aktor kulit hitam papan atas Hollywood, Will Smith, yang belum lama ini sukses besar dengan I Am Legend. Selain Smith, film yang diarahkan oleh Peter Berg ini juga dibintangi oleh Charlize Theron serta Jason Bateman.




John Hancock (Smith) adalah seorang pria kulit hitam yang memiliki kekuatan super layaknya Superman. Ia mampu terbang secepat kilat, tubuh sekuat baja, serta kekuatan yang berlipat kali kekuatan manusia. Dikisahkan Hancock adalah sosok super yang dibenci warga kota Los Angeles. Ia adalah sosok yang tidak bertanggung jawab, suka minum, berperangai dan berbicara kasar, bertindak semau sendiri tanpa memperdulikan orang lain bahkan anak-anak sekalipun. Hancock memang selalu menyelesaikan tugasnya dengan baik (menangkap para kriminal) namun harus dibayar dengan kerusakan bangunan serta fasilitas kota yang tidak kecil. Suatu hari Hancock menyelamatkan seorang public relation gagal bernama Ray (Bateman) ketika mobilnya akan tertabrak kereta api. Ray lalu mencoba membantu untuk membangun image Hancock agar ia dicintai warga kota. Walau awalnya berat bagi Hancock namun usaha Ray ternyata berhasil hingga ia akhirnya bisa meraih simpati warga kota. Masalah baru muncul ketika istri Ray, Mary (Theron) ternyata memiliki rahasia besar yang memiliki hubungan dengan masa lalu Hancock.

Salah satu keunikan Hancock adalah karakter sang tokoh super itu sendiri. Belum pernah ada sebelumnya seorang tokoh superhero yang memiliki attitude seperti Hancock. Tokoh superhero umumnya selalu menjadi panutan (terutama anak-anak) namun tidak untuk Hancock. Seperti suatu kali Hancock melempar seorang bocah cilik ke angkasa dan menangkapnya kembali hanya untuk memberinya pelajaran. Namun sayangnya cerita hanya menarik pada separuh cerita awal saja dan selanjutnya hanya merupakan konflik lanjutan yang nyaris �tidak berhubungan� dengan konflik awal. Konflik batin Hancock yang dibangun begitu baik sejak awal sebenarnya sangat menarik untuk digali lebih dalam namun sayang cerita berkembang menjadi konflik pribadi antara Mary dan masa lalunya. Cerita berkembang menjadi layaknya film komedi biasa (mengingatkan pada My Super Ex-Girlfriend). Konflik cerita berkembang begitu konyol hingga satu adegan yang begitu menyentuh ketika Hancock mengambil bola basket di luar pagar pembatas penjara menjadi sia-sia belaka dan potensi akting yang dimiliki Smith pun terbuang percuma.

Persis seperti plotnya, adegan aksi pun tercatat hanya menarik pada sekuen awal. Adegan-adegan aksi yang menunjukkan polah Hancock yang serampangan mampu disajikan begitu meyakinkan. Seperti adegan ketika Hancock menghentikan mobil sedan yang ditumpangi para kriminal yakni dengan menjebol bagian bawah mobil lalu menghentikan laju mobil dengan kakinya sekaligus merusak permukaan jalan, juga ketika ia membiarkan dirinya tertabrak oleh kereta api, serta juga ketika ia melempar paus ke tengah laut dan mengenai sebuah perahu layar. Pada adegan aksi di pertengahan cerita menjadi tampak konyol ketika Hancock yang kini telah sadar berubah menjadi begitu �lugu�. Seperti ketika ia menolong seorang polwan yang terjebak di tengah ajang tembak menembak, Hancock malah berkata, �Good job� do I have permission to touch your body�(dst)!?. Sungguh konyol dan sosok Hancock justru terlihat bodoh. Adegan perkelahian antara dua sosok super menjelang akhir film juga terlihat lucu karena sepertinya kerusakan kota yang ditimbulkan mereka berdua jauh lebih besar ketimbang yang ditimbulkan Hancock dulu. Sungguh konyol melihat aksi perkelahian begitu seru hanya karena dipicu masalah pribadi.

Hancock sebenarnya memiliki potensi cerita yang cukup untuk digali lebih baik namun sayangnya tidak dilakukan. Jika kita bandingkan dengan film-film superhero besar pada musim panas ini sejauh ini rasanya Hancock adalah yang terburuk. Namun nama besar Smith serta sekuen aksi yang menghibur rasanya menjadi jaminan film ini sukses komersil dan bisa jadi akan memicu sekuelnya. (C).

Kamis, 06 Juli 2000

Kutipan Back Cover Buku MEMAHAMI FILM

............
Pada umumnya orang masih melihat film secara terpisah. Film biasanya dinilai dari cerita atau tema, akting pemain, dan mungkin sedikit sinematografinya. Kedalaman memahami seni film masih sangat terbatas. Pengetahuan tentang film sebagai karya seni masih berada pada ruang-ruang kuliah, padahal film bukanlah milik para akademisi saja, melainkan milik semua orang yang hobi menonton film. Buku ini mencoba membuka dan menyebarkan rahasia memahami sebuah film. Memahami sebuah film berarti tahu dan mengerti unsur-unsur pembentuk film, yaitu aspek naratif dan aspek sinematik. Dalam buku ini pembaca akan diajak mengupas unsur-unsur tersebut melalui pokok bahasan:

1. Jenis dan Ciri Genre
2. Aspek Naratif:
- Pola Linier dan Nonlinier
- Struktur Tiga Babak dan Alternatif
3. Aspek Sinematik :
- Mise en Scene : Latar, kostum , dll
- Editing : efek Kuleshov, editing kontinuiti dan diskontinuiti, dll
- Suara : efek suara, ilustrasi musik, diegetic/nondiegetic sound, dll

Untuk memudahkan pemahaman pembaca pada setiap bahasan dalam buku ini dilengkapi dengan contoh film serta ilustrasi gambar. Khusus pada bab X secara khusus mengulas film melalui studi kasus Kill Bill Vol.1 untuk memberikan penegasan pada setiap bab yang sudah dibahas sebelumnya.
Harapannya dengan memahami film secara utuh maka penikmat film dapat lebih aktif dan responsif terhadap film-film yang ditonton, dan pada akhirnya dapat berguna bagi perkembangan film-film kita agar mampu bersaing secara estetika dengan film-film luar.